Sabtu, 28 Maret 2015

Sosiologi Politik


BAB II 
PEMBAHASAN

2.1   Pengertian Sosiologi dan Politik
2.1.1 Sosiologi
Kata sosiologi berasal dari bahasa Latin, yaitu Socius dan Logos. Socius berarti kawan, teman. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi, sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Sedangkan masyarakat itu sendiri adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara dan berbagai organisasi politik, ekonomi, dan sosial.
Berikut ini adalah pengertian sosiologi menurut beberapa ahli :
Pitirim Sorokin
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.
Max Weber
Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
Selo Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.
Menurut pengertian dari berbagai tokoh, dapat disimpulkan bahwa sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola hubungan masyarakat serta timbal balik antara gejala-gejala sosial dengan gejala nonsosial.
2.1.2 Politik
Secara etimologis, politik berasal dari kata yunani yaitu polis yang berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warga negara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan.
Aristoteles dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia ia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Politik adalah suatu proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya negara. Menurut Aristoteles, politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Pada umumnya apa yang disebut politik itu berkaitan dengan bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara, yang menyangkut proses penentuan dan pelaksanaan tujuan-tujuan. Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan publik, tujuan-tujuan masyarakat sebagai keseluruhan, dan bukan tujuan-tujuan pribadi seseorang. Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain perwujud proses pembuatan keputusan, khusus y dalam negara. Disamping itu politik juga dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu antara lain :
·         Politik adalah usaha yang tempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
·         Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
·         Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan politik.

2.1.3    Keterkaitan Sosiologi dan Politik
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari seluruh seluk beluk yang berhubungan dengan sosial. Banyak aspek yang dipelajari dalam ilmu sosiologi dimana berkait dengan kehidupan sosial, hubungan antar sesama, kekeluargaan, kasta, rumpun, bangsa, agama dan asosiasi kebudayaan, ekonomi dan organisasi politik.
Pada dasarnya ilmu sosiologi sangat berkaitan erat dengan ilmu politik karena pada dasarnya perlu dipahami mengenai ruang lingkup penelaahan masing-masing ilmu. Misal: ilmu sosiologi mempelajari proses proses yang terjadi di antara masyarakat. Sedangkan ilmu politik berhubungan dengan pembentukan kekuasaan dan alokasi kekuatan. Dari situ bisa didapat gambaran bahwa kedua ilmu tersebut saling berkait. Misal, dalam sosiologi ada penelaahan tentang profil sosial, nah hal itu digunakan dalam ilmu politik untuk menelaah misalnya: kelompok sosial yag bersifat apatis terhadap politik, anomie terhadap politik, kecenderungan suatu kelompok sosial untuk bereaksi terhadap suatu keputusan politik.
Karena pelaku Politik merupakan bagian dari masyarakat yang juga harus memiliki rasa sosial, maka disinilah keterkaitan Sosiologi dan Politik. Dalam berpolitik kita akan menghadapi berbagai masalah diantaranya pesaing. Maka agar kita dapat bersaing dengan pesaing. Kita harus memiliki Ilmu Sosiologi yang cukup yang bertujuan untuk mengetahui titik kelemahan pesaing kita baik dari sikapnya, tingkah lakunya dan lain sebagainya.
Pada intinya, pelaku politik adalah manusia yang merupakan bagian dari masyarakat, sedangkan Ilmu Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang hampir keseluruhan dari aspek-aspek yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karnanya keterkaitan antara Sosiologi dan Politik itu sangat erat dan saling menimbulkan ketergantungan antara satu dengan yang lainnya.
2.2        Sosiologi Politik
a.       Sosiologi politikcabang ilmu sosiologi yang memperhatikan sebab dan akibat sosial dari distribusi kekuatan di dalam masyarakat, dan dengan konflik-konflik sosial dan politik yang berakibat pada perubahan terhadap alokasi kekuatan tersebut. Fokus utama dari sosiologi politik adalah deskripsi, analisis, dan penjelasan tentang suatu negara, suatu lembaga yang mengklaim monopoli terhadap legitimasi pengunaan kekuatan terhadap suatu wilayah di masyarakat. Sementara ilmu politik terutama berurusan dengan mesin pemerintahan, mekanisme administrasi publik, dan bidang politik formal pada pemilihan umum, opini publik, dan perilaku politik. Analisis sosiologi terhadap gejala politik lebih menitikberatkan pada hubungan antara politik, struktur sosial, ideology, dan budaya (Gordon Marshall, 1998).
b.      Sosiologi politik adalah upaya untuk memahami dan campur tangan ke dalam hubungan yang selalu berubah antara sosial dan politik. Intinya, ketidakmungkinan dalam sosiologi politik membuat sosiologi politik itu penting.
Keberaadaan suatu kata tidak mengindikasikan keberadaan suatu konsep. Demikian juga, ketiadaan suatu kata tidak mengindikasikan ketiadaan suatu konsep. Karenanya kata “social” mungkin ada tanpa konsep dan sebaliknya. Ini diterapkan ke semua hubungan konsep kata bahwa seseorang yang melakukan sosiologi politik akan menggunakan kata ras, gender, kelas, bangsa, orang, kekuasaan, negara, tekanan, kekerasan, kekuatan, hukum, dan lain-lain.
Hubungan ketergantungan antara kata dan konsep memunculkan masalah definisi. “hanya yang tidak memiliki sejarah yang dapat diuraikan.” Karenanya konsep inti dari sosiologi politik tidak dapat diuraikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sosiologi politik adalah ilmu tentang kekuasaan, pemerintahan, otoritas, komando di dalam semua masyarakat manusia, tidak hanya di dalam masyarakat nasional. Pengertian tersebut pada dasarnya membedakan antara pemerintah dengan yang diperintah. Di dalam suatu kelompok manusia terdapat orang yang memerintah dan orang yang mematuhinya, terdapat mereka yang membuat keputusan dan orang-orang yang menaati keputusan tersebut. Dapat dikatakan bahwa ilmu ini adalah gabungan antara ilmu sosial dan politik yang berfokus pada hubungan antara masyarakat dan pemerintah, dimana pemerintah lebih berperan untuk mengatur masyarakat melalui lembaga kepemerintahannya.
            Menurut Harry  M. Johnson, yang dikutip oleh soerjono soekanto,  Sosiologi Politik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.      Empiris, yaitu didasarkan pada observasi dan akal sehat yang hasilnya tidak bersifat spekulasi (menduga-duga).
2.      Teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari hasil observasi yang konkrit dilapangan, dan abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan sebab akibat sehingga menjadi teori.
3.      Komulatif, yaitu disusun atas dasar teori-teori yang sudah ada, kemudian diperbaiki, diperluas sehingga memperkuat teori-teori yang lama.
4.      Nonetis, yaitu pembahasan suatu masalah tidak mempersoalkan baik atau buruk masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk menjelaskan masalah tersebut secara mendalam.
2.2.1 Asal Mula Perkembangan Sosiologi Politik
Teori-teori yang dicetuskan oleh pemikir-pemikir terkemuka berpengaruh besar terhadap studi-studi politik. Maka tidak mengherankan muncul studi-studi yang dapat digolongkan dalam bidang “sosiologi politik” asal mula sosiologi politik sebaga bidang suatu studi sulit ditetapkan secara pasti. Namun hal ini bisa ditelusuri dari karya-karya sosiologi atau ilmuan politik mengenai tema-tema sosiologi politik. Dua tokoh besar yang bisa dianggap sebagai “bapak pendiri” sosiologi politik karena karyanya yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan sosiologi politik, baik dalam hal teori atau konsep dan metodologi ialah Karl Marx dan Max Weber
Sumbangan Mark sangat bervariasi, yang digolongkan dalam tiga bidang, yaitu teori umum, teori khusus, dan teori metodologi. Teori umum Mark berbicara tentang determinisme ekonomi dan dialektika materialisme. Teori khusus berbicara tentang perjuangan kelas dan alienasi. Sumbangan metodologisnya tampak dari upaya untuk mengembangkan sosialisme ilmiah.
Sumbangan Weber
Menurut Weber, faktor-faktor non ekonomis, dan ide-ide merupakan faktor sosiologis yang penting. Begitu juga status sosial dan posisi individual dalam struktur kekuasaan menentukan strata masyarakat. Politik adalah sarana perjuangan untuk bersama-sama melaksanakan politik, atau perjuangan untuk mempengaruhi pendistribusian kekuasaan, baik di antara negara-negara maupun diantara kelompok-kelompok di dalam suatu negara. Ada tipe legitimasi yaitu tradisional, karisnatik, legal-rasional. Menurut Weber sosiologi harus bebas nilai. Sumbangan metodelogis yang diterapkan nya pada sosiologi adalah pemahaman yang disebut Verstehen.
2.3 Titik Pandang Sosiologi Politik
Terdapat perbedaan pandangan di kalangan para pakar sosiologi politik, yang sulit disatukan. Setidaknya ada dua pandangan tentang sosiologi politik yang cukup menonjol. Pandangan yang satu melihat sosiologi politik sebagai studi tentang negara. Sedangkan pandangan yang lain menjelaskan sosiologi politik sebagai studi tentang kekuasaan.

1. Sosiologi Politik sebagai studi tentang negara
Di sini kata “politik” dipakai dalam konotasinya yang biasa, yaitu yang berhubungan dengan negara. Kata “negara “ mengacu pada kategori khusus dari kelompok-kelompok manusia atau masyarakat. Terdapat dua arti negara yang patut diperhatikan. Pertama, negara bangsa (nation-state), yang mengacu pada masyarakat nasional. Yang dimaksud adalah komunitas yang muncul pada akhir abad pertengahan, yang dewasa ini kuat terorganisir sekaligus paling utuh berintegrasi. Kedua, negara pemerintah (government-state), yang mengacu pada penguasa dan pemimpin dari masyarakat nasional tersebut.

2. Sosiologi Politik sebagai studi tentang kekuasaan
Menurut pengertian yang lebih modern, sosiologi politik adalah ilmu tentang kekuasaan, pemerintahan, otoritas, komando, di dalam semua masyarakat manusia, tidak hanya di dalam masyarakat nasional. Konsep ini pada dasarnya, memfokuskan pada perbedaaan antara pemerintah dan yang diperintah. Dalam setiap kelompok manusia, mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar, mulai dari yang rapuh hingga yang paling stabil terdapat orang yang memerintah dan mereka yang mematuhinya, terdapat mereka yang membuat keputusan dan orang-orang yang menaati keputusan yang bersangkutan. Perbedaaan tersebut merupakan fenomena politik yang fundamental yang dijelaskan melalui studi perbandingan pada setiap masyarakat dan pada setiap tingkatan sosial.
Kedua konsep di atas tidak dengan sendirinya memperjel as pengertian sosiologi politik. Terdapat dua tafsiran umum tentang politik. Di satu pihak, politik secara hakiki dipandang sebagai pergolakan, pertempuran. Kekuasaan memungkinkan kelompok-kelompok dan individu yang berkuasa mempertahankan dominasi terhadap masyarakat dan mengeksploitasinya. Sedangkan kelompok dan individu yag lain menentang dominasi dan tidak eksploitatif tersebut. Di sini politik merupakan sarana untuk mempertahankan hak-hak istimewa kelompok minoritas dari dominasi kelompok mayoritas.
Di lain pihak, politik dipandang sebagian suatu usaha untuk mengakkan ketertiban dan keadilan. Disini kekuasaan dipakai untuk mewujudkan kemakmuran bersama dan melindungi kepentingan umum dari tekanan kelompok-kelompok tertentu. Politik merupakan sarana untuk mengintegrasikan setiap orang ke dalam komunitas dan menciptakan keadilan seperti yang dicta-citakan oleh Aristoteles.
Di dalam kenyataan, apa yang disebut politik itu senantiasa ambivalen. Di satu sisi, kekuasaaan dijadikan alat untuk mendominasi orang atau pihak lain. Di sisi yang lain, kekuasaan dijadikan sarana untuk menjamin ketertiban sosial tertentu atau sebagai alat pemersatu. Kedua paham ini merupakan dasar teoritis bagi pembicaraan tentang sosiologi politik. Namun perlu dicatat, bahwa tidak ada suatu teori umum tentang sosiologi politik yang dapat diterima oleh semua sarjana terkait. Oleh karena itu merumuskan teori umum tentang sosiologi politik merupakan tantangan sekaligus peluang bagi sarjana sosiologi politik kontemporer.
 Titik pandang yang dimaksudkan di sini adalah sudut pandang atau pendekatan, metode yang dipakai oleh para ahli sosiologi politik untuk mempelajari masalah-masalah yang menjadi objek perhatian mereka. Umumnya para ahli sosiologi politik mempelajari masalah-masalah seperti berikut :
1.      Kondisi – kondisi apakah yang menimbulkan tertib politik atau kekacauan politik dalam masyarakat?
2.      Mengapa sistem-sistem politik tertentu dianggap sah atau tidak sah oleh warga negara?
3.      Mengapa sistem-sistem politik tertentu stabil, sedangkan yang lainnya tidak ?
4.      Mengapa ada pemerintahan yang demokratis, dan mengapa ada yang totaliter? Mengapa pula ada pemerintahan yang merupakan kombinasi antara keduanya.
5.      Faktor –faktor apakah yang menyebabkan variasi pada sistem kepartaian, taraf partisipasi politik, dan angka rata-rata pemilihan suara?
Untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, dipergunakan berbagai cara pendekatan histeris, pendekatan komparatif, institusional, dan pendekatan histories, pendekatan komparatif, instituusional, dan pendekatan behavioral. Melalui pendekatan histories kita berusaha mencari karya para ahli sosiologi politik klasik untuk menemukan konsern-konsern dan minat-minat tradisional dari sosiologi politik sebagai suatu dsiplin intelektual. Dengan cara ini kita bisa menemukan bagaimana jawaban-jawaban mereka atas permasalahan-permasalahan yang kita hadapi. Dengan kata lain, pendekatan ini memberikan suatu perspektif yang diperlukan bagi studi-studi yang sama, baik dalam pengertian kontekstual maupun temporal. (Maran, 2001)
Melalui pendekatan komparatif kita mempelajari gejala-gejala sosial politik dari suatu masyarakat tertentu untuk menyoroti fenomena yang kita hadapi. Pendekatan semacam ini dipergunakan antara lain oleh Ostogorski dan Michel dalam studi mereka tentang partai-partai politik, dan diterapkan pada studi lingkungan oleh Almond dan kawan-kawan beserta Lipset. (Rush dan Althoff, 2002)

Kedua pendekatan tersebut tidak dipersoalkan. Yang sering dipersoalkan adalah pendekatan institusional. Pendekatan ini diangap tidak memadai dan realistis, sebab studi ini mengabaikan realitas tingkah laku politik. Masalahnya ialah, bahwa pendekatan ini mengkonsentrasikan diri pada faktor-faktor konstitusional dan legalistik. Dengan kata lain, institusi-institusi sosial atau lembaga-lembaga sosial merupakan unit dasar analisis. Dengan demikian orang memberikan tekanan yang berlebihan pada pandangan bahwa tingkah laku politik itu selalu berlangsung dalam kerangka institusional. ( Alex Inkeles dalam Maran, 2001). Pakar sosiologi politik berusaha menyingkirkan kekeliruan-kekeliruan yang terdapat pada pendekatan – pendekatan lainnya. Pendekatan behavioral menggunakan individu sebagai dasar dari analisis. Di sini fakta dan nilai dipisahkan, dan orang membuat generalisasi berdasarkan prinsip verifikasi.
Pendekatan ini dikritik berdasarkan dua alasan, pertama, para pengguna pendekatan ini dianggap terlalu kaku dalam melakukan analisis politik dan sosial. Sikap kaku dipertahankan demi standar-standar yang tinggi yang dipentingkan dalam pendekatan ini. Kedua, pendekatan ini mengabaikan segi-segi yang merupakan kelebihan dari pendekatan-pendekatan lain. Padahal tidak ada satu pendekatan yang paling baik sempurna. Bagaimanapun setiap pendekatan adalah parsial. Karena itu berbagai pendekatan itu bisa saling melengkapi. Dengan demikian dapat diperoleh suatu pengetahuan yang lebih utuh, misalnya tentang suatu fenomena sosial politik.
Dalam bidang sosiologi politik terkenal teori sistem, yang beranggapan bahwa gejala sosial merupakan bagian dari pola tingkah laku yang konsisten, internal, dan reguler, dapat dilihat dan dibedakan. Inilah yang disebut sistem sosial yang terdiri dari subsistem-subsistem yang paling saling bergantung, seperti halnya kaitan antara ekonomi dan politik. Salah satu tokoh terkemuka dalam teori sistem adalah Talcott Parsons yang menulis buku The Social System (1951). Parsons dan kawan-kawan, khususnya Marion Levy dan Robert K. Merton mengembangkan pendekatan fungsional, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan fungsionalisme-struktural. Menurut pandangan ini struktur-struktur sosial yang menentukan peranan-peranan dengan pola-pola perilaku yang tetap, yang oleh masyarakat diharapkan dari seorang dokter, politisi, petani, ibu rumah tangga, orang beragama, warga negara, dan sebagainya.( Veeger, 1985).
Namun fungsionalisme struktural pun tidak luput dari kritik serta kecaman, karena dianggap tidak mampu secara tepat memperhitungkan perubahan yang sistematik; dan secara idiologis jadi bias, karena menjurus pada arah yang statis atau pada konservatisme. Alternatif bagi fungsionalisme struktural ditawarkan oleh David Easton yang menulis buku The Political System. A. Framework for Political Analistical and A Sistem Analysis of Political Life (1965). Alternatif yang dimaksud berupa analisis input-output. Secara khusus Easton memperhatikan masalah bagaimana caranya suatu sistem politik bisa bertahan hidup dan faktor-faktor apakah yang menyebabkan perubahannya.
Metode yang sering diandalkan dalam studi sosiologi politik adalah metode kuantitatif. Termasuk di sini penggunaan survei-survei statistik dan pengumpulan-pengumpulan data, seperti yang digunakan pada studi-studi tentang ekologi politik. Para ahli sosiologi politik berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkan wawasan melalui survei-survei dan wawancara intensif.
Penggunaan teori-teori dan model-model tentu saja sangat diperlukan untuk memperoleh garis-garis pedoman bagi penelitian dan untuk menghasilkan penjelasan-penjelasan yang memadai tentang gejala-gejala atau masalah – masalah yang sedang dipelajari. Di sini teori dipakai sebagai suatu perlengkapan heuristik untuk mengorganisir segala sesuatu yang kita ketahui, atau segala sesuatu yang kita duga kita ketahui, pada suatu waktu tertentu, kurang lebih mengenai suatu pertanyaan atau isu yang diajukan secara eksplisit. (Veeger, 1985). Dengan model tersebut maka dapat diketahui tentang konsepsi umum tentang alam, dunia dimana seorang ilmuwan bekerja, suatu gambar mental tentang “bagaimana dunia itu disatukan dan bagaimana dunia itu bekerja“. Di sini istilah model mengacu pada suatu gambaran yang lebih umum tentang kerangka utama dari suatu fenomena utama, yang mencakup ide-ide utama tentang hakikat dari unit-unit yang mencakup dan pola relasi-relasi.
2.4      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Sosiologi Politik
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan Sosiologi Politik antara lain :
1.      Keluarga
Aspek-aspek kehidupan keluarga yang secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi partisipasi Politik seorang anak, diantaranya karena :
a.                   Tingkat daya tarik keluarga bagi seorang anak
b.                   Tingkat kesamaan pilihan (preferensi) Politik orang tua
c.                   Tingkat keutuhan (cohesiveness) keluarga
d.                  Tingkat minat orang tua terhadap Politik
e.                   Proses sosialisasi Politik keluarga
2.      Agama dan Ekonomi
Selain keluarga faktor yang mempengaruhi perilaku Politik individu adalah agama yang dianutnya. Dalam kenyataan pendidikan anak dalam keluarga antara lain mengajarkan tentang otoritas, yaitu otoritas orang tua. Otoritas ini merupakan perpaduan antara otoritas politik dan agama. Sementara organisasi keagamaan diluar rumah pada kenyataannya juga mensosialisasikan ajaran yang mengandung pendidikan politik. Dengan demikian agama yang memuat nilai-nilai dan ajaran-ajaran juga dapat mendorong individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.
3.      Stratifikasi serta Sistem Nilai dan Kepercayaan
Perbedaan kelas sosial dalam suatu masyarakat akan berpengaruh pada perbedaan keyakinan dan pola perilaku individu diberbagai bidang kehidupan, termasuk kehidupan politik. Perbedaan kelas akan tercermin pada praktik sosialisasi, aktivitas budaya, dan pengalaman sosialnya. Tingkat partisipasi individu dalan voting dilukiskan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pendapatan, ras, jenis kelamin, situasi, dan status individu tersebut.
Dampak dari Sosiologi Politik
Sosiologi politik membawa dampak pada lahirnya dimensi-dimensi baru dalam konsep pembangunan. Menurut Webster (1984), terdapat lima dimensi yang perlu untuk diungkap, antara lain :
1.      Posisi negara miskin dalam hubungan sosial dan ekonominya dengan negara-negara lain.
2.      Ciri khas atau karakter dari suatu masyarakat yang mempengaruhi pembangunan.
3.      Hubungan antara proses budaya dan ekonomi yang mempengaruhi pembangunan.
4.      Aspek sejarah dalam proses pembangunan atau perubahan sosial yang terjadi.
5.      Penerapan berbagai teori perubahan sosial yang mempengaruhi kebijakan pembangunan nasional pada negara-negara berkembang.












BAB III
 KESIMPULAN DAN SARAN
3.1  kesimpulan
Politik adalah suatu proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang berwujud proses pembuatan kekuasaan, khususnya Negara. Sedangkan, Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari seluruh seluk beluk yang berhubungan dengan sosial. Banyak aspek yang dipelajari dalam ilmu sosiologi dimana berkait dengan kehidupan sosial, hubungan antar sesama, kekeluargaan, kasta, rumpun, bangsa, agama dan asosiasi kebudayaan, ekonomi dan organisasi politik.
sosiologi politik adalah ilmu tentang kekuasaan, pemerintahan, otoritas, komando di dalam semua masyarakat manusia, tidak hanya di dalam masyarakat nasional. Pengertian tersebut pada dasarnya membedakan antara pemerintah dengan yang diperintah.


3.2  Saran
Tidak ada yang sempurna di Dunia ini begitu pula makalah yang saya buat, saya menyadari makalah ini masih mempunyai kekurangan dan demi penyempurnaan makalah ini.maka Saya membutuhkan kritik dan saran yang bersifat positif/membangun dari pembaca. dan semoga makalah ini bermanfaat untuk pembaca khususnya bagi saya selaku penyusun.




1 komentar: