BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sosiologi dan Politik
2.1.1 Sosiologi
Kata sosiologi berasal dari bahasa Latin, yaitu Socius
dan Logos. Socius berarti kawan, teman. Logos berarti
ilmu pengetahuan. Jadi, sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat.
Sedangkan masyarakat itu sendiri adalah sekelompok individu yang mempunyai
hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi
mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan
mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup
keluarga, suku bangsa, negara dan berbagai organisasi politik, ekonomi, dan
sosial.
Berikut ini
adalah pengertian sosiologi menurut beberapa ahli :
Pitirim Sorokin
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka
macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala
moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal
balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir,
sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala
sosial lain.
Max
Weber
Sosiologi
adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.
Selo
Sumardjan dan Soelaeman Soemardi
Sosiologi
adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses
sosial termasuk perubahan sosial.
Menurut pengertian dari berbagai tokoh, dapat
disimpulkan bahwa sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang
terjadi saat ini, khususnya pola hubungan masyarakat serta timbal balik antara
gejala-gejala sosial dengan gejala nonsosial.
2.1.2 Politik
Secara etimologis, politik berasal dari kata yunani
yaitu polis yang berarti kota atau
negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polites yang berarti warga negara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan
negara dan politikos yang berarti
kewarganegaraan.
Aristoteles dapat dianggap sebagai orang pertama yang
memperkenalkan kata politik melalui
pengamatannya tentang manusia ia sebut zoon
politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan
sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan
melibatkan hubungan politik. Politik adalah suatu proses pembentukan dan
pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang berwujud proses pembuatan keputusan,
khususnya negara. Menurut Aristoteles, politik adalah usaha yang ditempuh warga
negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.
Pada umumnya apa yang disebut politik itu berkaitan
dengan bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara, yang
menyangkut proses penentuan dan pelaksanaan tujuan-tujuan. Politik selalu
menyangkut tujuan-tujuan publik, tujuan-tujuan masyarakat sebagai keseluruhan,
dan bukan tujuan-tujuan pribadi seseorang. Politik adalah proses pembentukan
dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain perwujud proses
pembuatan keputusan, khusus y dalam negara. Disamping itu politik juga dapat
dilihat dari sudut pandang yang berbeda, yaitu antara lain :
·
Politik adalah usaha yang tempuh warga negara
untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
·
Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan
dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.
·
Politik adalah segala sesuatu tentang proses
perumusan dan pelaksanaan kebijakan politik.
2.1.3 Keterkaitan Sosiologi dan Politik
Sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari seluruh seluk beluk yang berhubungan dengan
sosial. Banyak aspek yang dipelajari dalam ilmu sosiologi dimana berkait dengan
kehidupan sosial, hubungan antar sesama, kekeluargaan, kasta, rumpun, bangsa,
agama dan asosiasi kebudayaan, ekonomi dan organisasi politik.
Pada dasarnya ilmu sosiologi sangat
berkaitan erat dengan ilmu politik karena pada dasarnya perlu dipahami mengenai
ruang lingkup penelaahan masing-masing ilmu. Misal: ilmu sosiologi mempelajari
proses proses yang terjadi di antara masyarakat. Sedangkan ilmu politik
berhubungan dengan pembentukan kekuasaan dan alokasi kekuatan. Dari situ bisa
didapat gambaran bahwa kedua ilmu tersebut saling berkait. Misal, dalam
sosiologi ada penelaahan tentang profil sosial, nah hal itu digunakan dalam
ilmu politik untuk menelaah misalnya: kelompok sosial yag bersifat apatis
terhadap politik, anomie terhadap politik, kecenderungan suatu kelompok sosial
untuk bereaksi terhadap suatu keputusan politik.
Karena
pelaku Politik merupakan bagian dari masyarakat yang juga harus memiliki rasa
sosial, maka disinilah keterkaitan Sosiologi dan Politik. Dalam berpolitik kita
akan menghadapi berbagai masalah diantaranya pesaing. Maka agar kita dapat
bersaing dengan pesaing. Kita harus memiliki Ilmu Sosiologi yang cukup yang
bertujuan untuk mengetahui titik kelemahan pesaing kita baik dari sikapnya,
tingkah lakunya dan lain sebagainya.
Pada
intinya, pelaku politik adalah manusia yang merupakan bagian dari masyarakat,
sedangkan Ilmu Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang hampir
keseluruhan dari aspek-aspek yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh
karnanya keterkaitan antara Sosiologi dan Politik itu sangat erat dan saling
menimbulkan ketergantungan antara satu dengan yang lainnya.
2.2
Sosiologi Politik
a.
Sosiologi politikcabang ilmu sosiologi yang
memperhatikan sebab dan akibat sosial dari distribusi kekuatan di dalam
masyarakat, dan dengan konflik-konflik sosial dan politik yang berakibat pada
perubahan terhadap alokasi kekuatan tersebut. Fokus utama dari sosiologi
politik adalah deskripsi, analisis, dan penjelasan tentang suatu negara, suatu
lembaga yang mengklaim monopoli terhadap legitimasi pengunaan kekuatan terhadap
suatu wilayah di masyarakat. Sementara ilmu politik terutama berurusan dengan
mesin pemerintahan, mekanisme administrasi publik, dan bidang politik formal
pada pemilihan umum, opini publik, dan perilaku politik. Analisis sosiologi
terhadap gejala politik lebih menitikberatkan pada hubungan antara politik,
struktur sosial, ideology, dan budaya (Gordon Marshall, 1998).
b.
Sosiologi politik adalah upaya untuk memahami dan
campur tangan ke dalam hubungan yang selalu berubah antara sosial dan politik. Intinya,
ketidakmungkinan dalam sosiologi politik membuat sosiologi politik itu penting.
Keberaadaan suatu kata tidak mengindikasikan
keberadaan suatu konsep. Demikian juga, ketiadaan suatu kata tidak
mengindikasikan ketiadaan suatu konsep. Karenanya kata “social” mungkin ada
tanpa konsep dan sebaliknya. Ini diterapkan ke semua hubungan konsep kata bahwa
seseorang yang melakukan sosiologi politik akan menggunakan kata ras, gender,
kelas, bangsa, orang, kekuasaan, negara, tekanan, kekerasan, kekuatan, hukum,
dan lain-lain.
Hubungan ketergantungan antara kata dan konsep
memunculkan masalah definisi. “hanya yang tidak memiliki sejarah yang dapat
diuraikan.” Karenanya konsep inti dari sosiologi politik tidak dapat diuraikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sosiologi
politik adalah ilmu tentang kekuasaan, pemerintahan, otoritas, komando di dalam
semua masyarakat manusia, tidak hanya di dalam masyarakat nasional. Pengertian
tersebut pada dasarnya membedakan antara pemerintah dengan yang diperintah. Di
dalam suatu kelompok manusia terdapat orang yang memerintah dan orang yang
mematuhinya, terdapat mereka yang membuat keputusan dan orang-orang yang
menaati keputusan tersebut. Dapat dikatakan bahwa ilmu ini adalah gabungan
antara ilmu sosial dan politik yang berfokus pada hubungan antara masyarakat
dan pemerintah, dimana pemerintah lebih berperan untuk mengatur masyarakat
melalui lembaga kepemerintahannya.
Menurut Harry M. Johnson, yang dikutip oleh soerjono
soekanto, Sosiologi Politik memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Empiris, yaitu didasarkan pada observasi dan akal sehat
yang hasilnya tidak bersifat spekulasi (menduga-duga).
2.
Teoritis, yaitu selalu berusaha menyusun abstraksi dari
hasil observasi yang konkrit dilapangan, dan abstraksi tersebut merupakan kerangka
dari unsur-unsur yang tersusun secara logis dan bertujuan menjalankan hubungan
sebab akibat sehingga menjadi teori.
3.
Komulatif, yaitu disusun atas dasar teori-teori yang
sudah ada, kemudian diperbaiki, diperluas sehingga memperkuat teori-teori yang
lama.
4.
Nonetis, yaitu pembahasan suatu masalah tidak
mempersoalkan baik atau buruk masalah tersebut, tetapi lebih bertujuan untuk
menjelaskan masalah tersebut secara mendalam.
2.2.1 Asal Mula
Perkembangan Sosiologi Politik
Teori-teori
yang dicetuskan oleh pemikir-pemikir terkemuka berpengaruh besar terhadap
studi-studi politik. Maka tidak mengherankan muncul studi-studi yang dapat
digolongkan dalam bidang “sosiologi politik” asal mula sosiologi politik sebaga
bidang suatu studi sulit ditetapkan secara pasti. Namun hal ini bisa ditelusuri
dari karya-karya sosiologi atau ilmuan politik mengenai tema-tema sosiologi
politik. Dua tokoh besar yang bisa dianggap sebagai “bapak pendiri” sosiologi
politik karena karyanya yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan sosiologi
politik, baik dalam hal teori atau konsep dan metodologi ialah Karl Marx dan
Max Weber
Sumbangan
Mark sangat bervariasi, yang digolongkan dalam tiga bidang, yaitu teori umum,
teori khusus, dan teori metodologi. Teori umum Mark berbicara tentang
determinisme ekonomi dan dialektika materialisme. Teori khusus berbicara
tentang perjuangan kelas dan alienasi. Sumbangan metodologisnya tampak dari
upaya untuk mengembangkan sosialisme ilmiah.
Sumbangan
Weber
Menurut
Weber, faktor-faktor non ekonomis, dan ide-ide merupakan faktor sosiologis yang
penting. Begitu juga status sosial dan posisi individual dalam struktur
kekuasaan menentukan strata masyarakat. Politik adalah sarana perjuangan untuk
bersama-sama melaksanakan politik, atau perjuangan untuk mempengaruhi
pendistribusian kekuasaan, baik di antara negara-negara maupun diantara
kelompok-kelompok di dalam suatu negara. Ada tipe legitimasi yaitu tradisional,
karisnatik, legal-rasional. Menurut Weber sosiologi harus bebas nilai.
Sumbangan metodelogis yang diterapkan nya pada sosiologi adalah pemahaman yang
disebut Verstehen.
2.3 Titik Pandang Sosiologi Politik
Terdapat
perbedaan pandangan di kalangan para pakar sosiologi politik, yang sulit
disatukan. Setidaknya ada dua pandangan tentang sosiologi politik yang cukup
menonjol. Pandangan yang satu melihat sosiologi politik sebagai studi tentang
negara. Sedangkan pandangan yang lain menjelaskan sosiologi politik sebagai
studi tentang kekuasaan.
1. Sosiologi Politik sebagai studi tentang negara
Di sini kata “politik” dipakai dalam konotasinya yang
biasa, yaitu yang berhubungan dengan negara. Kata “negara “ mengacu pada
kategori khusus dari kelompok-kelompok manusia atau masyarakat. Terdapat dua
arti negara yang patut diperhatikan. Pertama, negara bangsa (nation-state),
yang mengacu pada masyarakat nasional. Yang dimaksud adalah komunitas yang
muncul pada akhir abad pertengahan, yang dewasa ini kuat terorganisir sekaligus
paling utuh berintegrasi. Kedua, negara pemerintah (government-state), yang
mengacu pada penguasa dan pemimpin dari masyarakat nasional tersebut.
2. Sosiologi Politik sebagai studi tentang kekuasaan
Menurut
pengertian yang lebih modern, sosiologi politik adalah ilmu tentang kekuasaan,
pemerintahan, otoritas, komando, di dalam semua masyarakat manusia, tidak hanya
di dalam masyarakat nasional. Konsep ini pada dasarnya, memfokuskan pada
perbedaaan antara pemerintah dan yang diperintah. Dalam setiap kelompok
manusia, mulai dari yang terkecil hingga yang terbesar, mulai dari yang rapuh
hingga yang paling stabil terdapat orang yang memerintah dan mereka yang
mematuhinya, terdapat mereka yang membuat keputusan dan orang-orang yang
menaati keputusan yang bersangkutan. Perbedaaan tersebut merupakan fenomena
politik yang fundamental yang dijelaskan melalui studi perbandingan pada setiap
masyarakat dan pada setiap tingkatan sosial.
Kedua konsep
di atas tidak dengan sendirinya memperjel as pengertian sosiologi politik.
Terdapat dua tafsiran umum tentang politik. Di satu pihak, politik secara
hakiki dipandang sebagai pergolakan, pertempuran. Kekuasaan memungkinkan
kelompok-kelompok dan individu yang berkuasa mempertahankan dominasi terhadap
masyarakat dan mengeksploitasinya. Sedangkan kelompok dan individu yag lain
menentang dominasi dan tidak eksploitatif tersebut. Di sini politik merupakan
sarana untuk mempertahankan hak-hak istimewa kelompok minoritas dari dominasi
kelompok mayoritas.
Di lain
pihak, politik dipandang sebagian suatu usaha untuk mengakkan ketertiban dan
keadilan. Disini kekuasaan dipakai untuk mewujudkan kemakmuran bersama dan
melindungi kepentingan umum dari tekanan kelompok-kelompok tertentu. Politik
merupakan sarana untuk mengintegrasikan setiap orang ke dalam komunitas dan
menciptakan keadilan seperti yang dicta-citakan oleh Aristoteles.
Di dalam kenyataan, apa yang disebut politik itu
senantiasa ambivalen. Di satu sisi, kekuasaaan dijadikan alat untuk mendominasi
orang atau pihak lain. Di sisi yang lain, kekuasaan dijadikan sarana untuk
menjamin ketertiban sosial tertentu atau sebagai alat pemersatu. Kedua paham
ini merupakan dasar teoritis bagi pembicaraan tentang sosiologi politik. Namun
perlu dicatat, bahwa tidak ada suatu teori umum tentang sosiologi politik yang
dapat diterima oleh semua sarjana terkait. Oleh karena itu merumuskan teori
umum tentang sosiologi politik merupakan tantangan sekaligus peluang bagi
sarjana sosiologi politik kontemporer.
Titik pandang yang dimaksudkan di
sini adalah sudut pandang atau pendekatan, metode yang dipakai oleh para ahli
sosiologi politik untuk mempelajari masalah-masalah yang menjadi objek
perhatian mereka. Umumnya para ahli sosiologi politik mempelajari
masalah-masalah seperti berikut :
1.
Kondisi – kondisi apakah yang menimbulkan tertib
politik atau kekacauan politik dalam masyarakat?
2.
Mengapa sistem-sistem politik tertentu dianggap sah
atau tidak sah oleh warga negara?
3.
Mengapa sistem-sistem politik tertentu stabil,
sedangkan yang lainnya tidak ?
4.
Mengapa ada pemerintahan yang demokratis, dan mengapa
ada yang totaliter? Mengapa pula ada pemerintahan yang merupakan kombinasi
antara keduanya.
5.
Faktor –faktor apakah yang menyebabkan variasi pada
sistem kepartaian, taraf partisipasi politik, dan angka rata-rata pemilihan
suara?
Untuk
memecahkan masalah-masalah tersebut, dipergunakan berbagai cara pendekatan
histeris, pendekatan komparatif, institusional, dan pendekatan histories,
pendekatan komparatif, instituusional, dan pendekatan behavioral. Melalui
pendekatan histories kita berusaha mencari karya para ahli sosiologi politik
klasik untuk menemukan konsern-konsern dan minat-minat tradisional dari
sosiologi politik sebagai suatu dsiplin intelektual. Dengan cara ini kita bisa
menemukan bagaimana jawaban-jawaban mereka atas permasalahan-permasalahan yang kita
hadapi. Dengan kata lain, pendekatan ini memberikan suatu perspektif yang
diperlukan bagi studi-studi yang sama, baik dalam pengertian kontekstual maupun
temporal. (Maran, 2001)
Melalui
pendekatan komparatif kita mempelajari gejala-gejala sosial politik dari suatu
masyarakat tertentu untuk menyoroti fenomena yang kita hadapi. Pendekatan
semacam ini dipergunakan antara lain oleh Ostogorski dan Michel dalam studi
mereka tentang partai-partai politik, dan diterapkan pada studi lingkungan oleh
Almond dan kawan-kawan beserta Lipset. (Rush dan Althoff, 2002)
Kedua
pendekatan tersebut tidak dipersoalkan. Yang sering dipersoalkan adalah
pendekatan institusional. Pendekatan ini diangap tidak memadai dan realistis,
sebab studi ini mengabaikan realitas tingkah laku politik. Masalahnya ialah,
bahwa pendekatan ini mengkonsentrasikan diri pada faktor-faktor konstitusional
dan legalistik. Dengan kata lain, institusi-institusi sosial atau
lembaga-lembaga sosial merupakan unit dasar analisis. Dengan demikian orang
memberikan tekanan yang berlebihan pada pandangan bahwa tingkah laku politik
itu selalu berlangsung dalam kerangka institusional. ( Alex Inkeles dalam
Maran, 2001). Pakar sosiologi politik berusaha menyingkirkan
kekeliruan-kekeliruan yang terdapat pada pendekatan – pendekatan lainnya.
Pendekatan behavioral menggunakan individu sebagai dasar dari analisis. Di sini
fakta dan nilai dipisahkan, dan orang membuat generalisasi berdasarkan prinsip
verifikasi.
Pendekatan
ini dikritik berdasarkan dua alasan, pertama, para pengguna pendekatan ini
dianggap terlalu kaku dalam melakukan analisis politik dan sosial. Sikap kaku
dipertahankan demi standar-standar yang tinggi yang dipentingkan dalam
pendekatan ini. Kedua, pendekatan ini mengabaikan segi-segi yang merupakan
kelebihan dari pendekatan-pendekatan lain. Padahal tidak ada satu pendekatan
yang paling baik sempurna. Bagaimanapun setiap pendekatan adalah parsial.
Karena itu berbagai pendekatan itu bisa saling melengkapi. Dengan demikian
dapat diperoleh suatu pengetahuan yang lebih utuh, misalnya tentang suatu
fenomena sosial politik.
Dalam bidang
sosiologi politik terkenal teori sistem, yang beranggapan bahwa gejala sosial
merupakan bagian dari pola tingkah laku yang konsisten, internal, dan reguler,
dapat dilihat dan dibedakan. Inilah yang disebut sistem sosial yang terdiri
dari subsistem-subsistem yang paling saling bergantung, seperti halnya kaitan
antara ekonomi dan politik. Salah satu tokoh terkemuka dalam teori sistem
adalah Talcott Parsons yang menulis buku The Social System (1951). Parsons dan
kawan-kawan, khususnya Marion Levy dan Robert K. Merton mengembangkan
pendekatan fungsional, yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan
fungsionalisme-struktural. Menurut pandangan ini struktur-struktur sosial yang
menentukan peranan-peranan dengan pola-pola perilaku yang tetap, yang oleh
masyarakat diharapkan dari seorang dokter, politisi, petani, ibu rumah tangga,
orang beragama, warga negara, dan sebagainya.( Veeger, 1985).
Namun
fungsionalisme struktural pun tidak luput dari kritik serta kecaman, karena
dianggap tidak mampu secara tepat memperhitungkan perubahan yang sistematik;
dan secara idiologis jadi bias, karena menjurus pada arah yang statis atau pada
konservatisme. Alternatif bagi fungsionalisme struktural ditawarkan oleh David
Easton yang menulis buku The Political System. A. Framework for Political
Analistical and A Sistem Analysis of Political Life (1965). Alternatif yang
dimaksud berupa analisis input-output. Secara khusus Easton memperhatikan
masalah bagaimana caranya suatu sistem politik bisa bertahan hidup dan
faktor-faktor apakah yang menyebabkan perubahannya.
Metode yang
sering diandalkan dalam studi sosiologi politik adalah metode kuantitatif.
Termasuk di sini penggunaan survei-survei statistik dan pengumpulan-pengumpulan
data, seperti yang digunakan pada studi-studi tentang ekologi politik. Para
ahli sosiologi politik berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkan wawasan
melalui survei-survei dan wawancara intensif.
Penggunaan
teori-teori dan model-model tentu saja sangat diperlukan untuk memperoleh
garis-garis pedoman bagi penelitian dan untuk menghasilkan
penjelasan-penjelasan yang memadai tentang gejala-gejala atau masalah – masalah
yang sedang dipelajari. Di sini teori dipakai sebagai suatu perlengkapan
heuristik untuk mengorganisir segala sesuatu yang kita ketahui, atau segala
sesuatu yang kita duga kita ketahui, pada suatu waktu tertentu, kurang lebih
mengenai suatu pertanyaan atau isu yang diajukan secara eksplisit. (Veeger,
1985). Dengan model tersebut maka dapat diketahui tentang konsepsi umum tentang
alam, dunia dimana seorang ilmuwan bekerja, suatu gambar mental tentang
“bagaimana dunia itu disatukan dan bagaimana dunia itu bekerja“. Di sini
istilah model mengacu pada suatu gambaran yang lebih umum tentang kerangka
utama dari suatu fenomena utama, yang mencakup ide-ide utama tentang hakikat
dari unit-unit yang mencakup dan pola relasi-relasi.
2.4 Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perubahan Sosiologi Politik
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan Sosiologi Politik
antara lain :
1.
Keluarga
Aspek-aspek kehidupan keluarga yang secara langsung maupun
tidak langsung dapat mempengaruhi partisipasi Politik seorang anak, diantaranya
karena :
a.
Tingkat daya tarik keluarga bagi seorang anak
b.
Tingkat kesamaan pilihan (preferensi) Politik orang tua
c.
Tingkat keutuhan (cohesiveness) keluarga
d.
Tingkat minat orang tua terhadap Politik
e.
Proses sosialisasi Politik keluarga
2.
Agama dan Ekonomi
Selain keluarga faktor yang mempengaruhi perilaku Politik
individu adalah agama yang dianutnya. Dalam kenyataan pendidikan anak dalam
keluarga antara lain mengajarkan tentang otoritas, yaitu otoritas orang tua.
Otoritas ini merupakan perpaduan antara otoritas politik dan agama. Sementara
organisasi keagamaan diluar rumah pada kenyataannya juga mensosialisasikan
ajaran yang mengandung pendidikan politik. Dengan demikian agama yang memuat
nilai-nilai dan ajaran-ajaran juga dapat mendorong individu untuk berpartisipasi
dalam kegiatan politik.
3.
Stratifikasi serta Sistem Nilai dan Kepercayaan
Perbedaan kelas sosial dalam suatu masyarakat akan
berpengaruh pada perbedaan keyakinan dan pola perilaku individu diberbagai
bidang kehidupan, termasuk kehidupan politik. Perbedaan kelas akan tercermin
pada praktik sosialisasi, aktivitas budaya, dan pengalaman sosialnya. Tingkat
partisipasi individu dalan voting dilukiskan dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan, pendapatan, ras, jenis kelamin, situasi, dan status individu
tersebut.
Dampak dari Sosiologi Politik
Sosiologi politik membawa dampak pada
lahirnya dimensi-dimensi baru dalam konsep pembangunan. Menurut Webster (1984),
terdapat lima dimensi yang perlu untuk diungkap, antara lain :
1.
Posisi negara miskin dalam hubungan sosial dan
ekonominya dengan negara-negara lain.
2.
Ciri khas atau karakter dari suatu masyarakat yang
mempengaruhi pembangunan.
3.
Hubungan antara proses budaya dan ekonomi yang
mempengaruhi pembangunan.
4.
Aspek sejarah dalam proses pembangunan atau perubahan
sosial yang terjadi.
5.
Penerapan berbagai teori perubahan sosial yang
mempengaruhi kebijakan pembangunan nasional pada negara-negara berkembang.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1
kesimpulan
Politik adalah suatu proses pembentukan
dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang berwujud proses pembuatan
kekuasaan, khususnya Negara. Sedangkan, Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
seluruh seluk beluk yang berhubungan dengan sosial. Banyak aspek yang
dipelajari dalam ilmu sosiologi dimana berkait dengan kehidupan sosial,
hubungan antar sesama, kekeluargaan, kasta, rumpun, bangsa, agama dan asosiasi
kebudayaan, ekonomi dan organisasi politik.
sosiologi politik adalah ilmu tentang
kekuasaan, pemerintahan, otoritas, komando di dalam semua masyarakat manusia,
tidak hanya di dalam masyarakat nasional. Pengertian tersebut pada dasarnya
membedakan antara pemerintah dengan yang diperintah.
3.2 Saran
Tidak ada yang sempurna di Dunia ini
begitu pula makalah yang saya buat, saya menyadari makalah ini masih mempunyai
kekurangan dan demi penyempurnaan makalah ini.maka Saya membutuhkan kritik dan saran yang bersifat positif/membangun dari
pembaca. dan semoga makalah ini bermanfaat untuk pembaca khususnya bagi saya
selaku penyusun.
good artikel
BalasHapus